Apakah anda pengelola HR yang masih melakukan absensi karyawan setiap bulan? Apakah anda masih menghitung lembur, menghitung dan mengurus perijinan-perijinan HR secara periodic? Apakah anda masih mengirimkan surat lamaran kerja melalui kantor pos? apakah anda sebagai HR masih menumpuk surat lamaran diatas meja kerja? sepertinya tidak perlu dilanjutkan membaca tulisan ini kalau semua terjawab dengan kata “iya”….

Coba perhatikan data kenaikan diatas yang sangat significant 120% , “percent of companies correlating business performance to HR data” dikatakan Bersin dalam Deloitte research bahwa melihat korelasi hubungan kinerja bisnis dengan data-data yang dimiliki HR. artinya data-data HR yang ada sangat ada implikasinya pada kinerja perusahaan.
Bagaimana pengelolaan data HR saat ini dikaitkan dengan kinerja bisnis, kalau masih sibuk setiap hari dengan administrasi, tidak pernah mendeskripsikan angka-angka di HR atau menguji data itu sendiri.
Departemen Human Resources itu hanya supporting, bukan bisnis inti dan ukuran-ukurannya bersifat kualitatif, sulit untuk dikuantifikasi. Dalam hal ini justru saatnya HR membantu mengungkapkan berdasarkan data obyektif yang dimiliki untuk menunjukkan daya saing internal melalui hasil pengukuran dan data yang obyektif serta menunjukkan perbandingan dengan Departemen lain dengan benchmarking. Hal ini dilakukan secara proaktif tanpa harus menunggu Manajemen ‘meminta’….
Namun kalau HR nya fungsinya sebagai administrasi, menghitung absensi, menghitung lembur dan masih menjalankan proses administrasi perijinan, maka bisa dipastikan Departemen. HR akan menjadi Departemen. fungsinya mengurusi administrasi kembali dengan sebutan personalia bukan Human Resources.

Maka setuju apa yang dikatan oleh Josh bersin bahwa organisasi SDM tidak siap menyongsong eranya Big Data dan Data Analysis, menurut penelitiannya hanya 6% profesional SDM yang merasa memiliki kemampuan analisa data yang kuat, dan 56% merasa keterampilan dan kemampuannya sangat minim dalam bidang analisa data.
Pada akhirnya kembali kepada kita sebagai pengelola HR dalam menghadapi transformasi HR ke arah digitalisasi apakah kita jadi penonton dan korban dari perubahan disruptif atau mengambil sebagai aktor menjadi agen perubahan dan berkontirbusi positif di dalam perubahan itu sendiri.