Di setiap perusahaan, di balik keberhasilan laporan keuangan yang stabil, target penjualan yang tercapai, hingga reputasi yang terus naik di mata pasar, selalu ada sekelompok orang yang bekerja keras: karyawan.
Mereka datang pagi, pulang malam, tidak jarang membawa pulang pekerjaan di kepala. Lalu apa yang membuat mereka bertahan? Salah satu jawabannya bukan satu-satunya, tapi cukup besar pengaruhnya adalah kompensasi.
Kompensasi itu bukan cuma soal gaji. Bukan hanya seberapa besar angka yang ditransfer ke rekening setiap akhir bulan.
Tapi juga menyangkut rasa dihargai, diakui, dan diperlakukan adil. Maka, ketika kita bicara soal kompensasi karyawan, kita tidak sedang bicara angka kosong.
Kita sedang bicara tentang strategi, psikologi, bahkan filosofi.
Baca Juga: 8 Tips & Cara Mengembangkan Karir Karyawan Perusahaan!

Apa Itu Kompensasi Karyawan?
Kompensasi Karyawan Tidak Sama dengan Gaji
Gaji hanyalah salah satu bagian dari kompensasi. Kompensasi karyawan, dalam definisi yang lebih utuh, mencakup segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balasan atas kontribusi mereka kepada organisasi.
Ini bisa berupa kompensasi langsung (gaji pokok, tunjangan tetap, insentif) maupun tidak langsung (jaminan sosial, cuti, pelatihan, hingga suasana kerja yang sehat).
Kompensasi adalah sistem. Dan seperti sistem lainnya, ia harus dirancang, dikelola, dan dievaluasi secara berkala. Tidak bisa hanya mengandalkan ‘ikut standar UMR’ atau ‘ya segitu aja cukup’.
Dunia kerja sudah berubah. Ekspektasi karyawan juga ikut berubah.
Mengapa Kompensasi Karyawan Itu Penting?
Coba kita balik sebentar: apa yang terjadi kalau kompensasi tidak tepat?
Karyawan mulai lesu. Engagement menurun. Turnover meningkat. Reputasi perusahaan di mata calon karyawan pun ikut-ikutan jatuh. Dalam jangka panjang, produktivitas jadi stagnan, bahkan bisa menurun drastis.
Sebaliknya, ketika kompensasi dirancang secara adil, transparan, dan relevan dengan perkembangan zaman, loyalitas akan tumbuh. Karyawan merasa diperhatikan, dihargai, dan termotivasi untuk memberi lebih.
Jenis-Jenis Kompensasi
1. Kompensasi Karyawan Finansial Langsung
Ini adalah bagian yang paling kasat mata. Yang selalu jadi bahan pembicaraan. Gaji pokok, upah lembur, bonus tahunan, dan insentif target penjualan masuk dalam kategori ini. Meskipun bentuknya sederhana, cara menentukannya tidak boleh sembarangan.
Gaji pokok harus berbasis struktur dan skala upah yang jelas. Tidak boleh asal cocok atau ikut tren. Lalu insentif? Ia harus dikaitkan dengan kinerja yang terukur. Bonus tahunan? Sebaiknya berdasarkan profit perusahaan, bukan belas kasih manajemen.
2. Kompensasi Karyawan Finansial Tidak Langsung
Sering kali disepelekan, padahal dampaknya besar. Ini termasuk tunjangan kesehatan, asuransi jiwa, dana pensiun, transportasi, hingga uang makan. Bahkan ruang laktasi atau daycare untuk anak karyawan juga masuk di sini. Makin lengkap fasilitas yang ditawarkan, makin tinggi persepsi kesejahteraan karyawan.
Yang menarik, kompensasi jenis ini kerap jadi alasan utama seorang karyawan bertahan, bahkan saat gajinya belum terlalu tinggi. Karena rasa aman yang diberikan bisa melampaui angka nominal.
3. Kompensasi Karyawan Non-Finansial
Inilah dimensi yang lebih halus tapi sangat menentukan. Pengakuan, penghargaan, peluang pengembangan, dan fleksibilitas kerja adalah sebagian contohnya. Budaya kerja yang suportif, pimpinan yang adil, serta kesempatan tumbuh secara personal dan profesional semua ini adalah kompensasi yang tidak bisa dinilai dengan angka.
Perusahaan-perusahaan besar saat ini berlomba-lomba menawarkan employee experience yang menyenangkan. Bukan karena mereka murah hati. Tapi karena mereka tahu: talenta hebat tidak bisa dipertahankan dengan gaji saja.
Baca Juga: Cara Menghitung ROI Pelatihan Karyawan Perusahaan!
Kompensasi Berdasarkan Status Karyawan
Mari kita uraikan secara jernih dan terpisah. Karena status hubungan kerja tidak bisa disamaratakan. Begitu pula hak-haknya.
1. Kompensasi Karyawan Tetap
Siapa Mereka?
Karyawan tetap (PKWTT – Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) adalah mereka yang bekerja tanpa batas waktu tertentu. Status ini biasanya diberikan setelah masa probation selesai, atau setelah masa kontrak dan dinyatakan layak untuk tetap.
Apa Hak Kompensasinya?
Karyawan tetap mendapat hak kompensasi penuh sesuai UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja:
- Gaji Pokok: Sesuai struktur dan skala upah yang ditentukan perusahaan.
- Tunjangan Tetap: Seperti tunjangan keluarga, transportasi, makan (jika rutin).
- Tunjangan Tidak Tetap: Seperti uang lembur, uang perjalanan dinas.
- THR: Minimal satu kali gaji pokok + tunjangan tetap, diberikan setahun sekali menjelang Hari Raya.
- Pesangon PHK: Jika di-PHK, mendapat pesangon, penghargaan masa kerja, dan penggantian hak sesuai PP 35/2021:
- Pesangon: Maks. 9 bulan upah
- Penghargaan masa kerja: Maks. 10 bulan upah
- Penggantian hak: Maks. 6 bulan upah
- Jaminan Sosial dan JKP: Didaftarkan BPJS dan berhak atas Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) saat PHK.
- Cuti Tahunan dan Izin Khusus: Minimal 12 hari kerja per tahun.
Kompensasi karyawan tetap relatif paling lengkap, paling dilindungi, tapi juga paling besar tanggung jawab perusahaan untuk menanganinya.
2. Kompensasi Karyawan Kontrak Lama (Sebelum Cipta Kerja)
Siapa Mereka?
Mereka adalah pekerja dengan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) sebelum lahirnya UU Cipta Kerja, atau yang masih mengacu pada peraturan lama (UU No. 13 Tahun 2003).
Apa Hak Kompensasinya?
Sebelum UU Cipta Kerja, status kontrak punya kelemahan: karyawan kontrak tidak wajib diberi kompensasi jika kontraknya habis. Ini sering jadi masalah.
- Gaji & Tunjangan: Sama dengan karyawan tetap sesuai kesepakatan kontrak.
- THR: Jika masa kerja minimal 1 bulan terus-menerus, berhak atas THR proporsional.
- Pesangon: Tidak wajib diberikan jika kontrak habis karena memang selesai masa kerjanya.
- Kompensasi Akhir Kontrak: Tidak diatur secara tegas dalam UU lama, jadi sering tidak dibayarkan.
- BPJS: Tetap berhak sepanjang terdaftar.
- Cuti: Sesuai kesepakatan kontrak, tapi tidak selalu 12 hari kerja.
Dengan kata lain: karyawan kontrak lama kerap jadi “pahlawan sementara”—kerja keras tapi tanpa jaminan akhir.
3. Kompensasi Karyawan Kontrak UU Cipta Kerja
Siapa Mereka?
Karyawan PKWT pasca-berlakunya UU Cipta Kerja dan PP 35 Tahun 2021. Mereka bekerja berdasarkan kontrak waktu tertentu, tapi sekarang dengan aturan main baru yang lebih rapi—meskipun tetap fleksibel.
Apa Hak Kompensasinya?
UU Cipta Kerja membawa angin segar: pekerja kontrak kini wajib mendapatkan kompensasi karyawan setelah masa kerja berakhir, walau kontrak tidak diperpanjang.
- Gaji & Tunjangan: Sama seperti sebelumnya, sesuai struktur dan skala upah perusahaan.
- THR: Wajib diberikan jika sudah bekerja minimal 1 bulan terus-menerus.
- Uang Kompensasi Kontrak(Pasal 15 PP 35/2021):
- Dihitung 1 bulan upah per tahun masa kerja.
- Jika masa kerja kurang dari 1 tahun, dihitung proporsional.
- Misalnya: kerja 6 bulan, gaji Rp5.000.000 → kompensasi = Rp2.500.000.
- BPJS: Tetap wajib didaftarkan.
- Cuti: Jika masa kerja cukup, tetap mendapat cuti tahunan sesuai kontrak atau peraturan perusahaan.
- Tidak Ada Pesangon PHK: Karena sifatnya kontrak, maka ketika habis masa berlaku, tidak ada pesangon seperti karyawan tetap.
Poin terpenting di sini: kompensasi wajib, meskipun kontraknya hanya 3 bulan. Ini bentuk perlindungan minimum terhadap fleksibilitas yang diberikan ke perusahaan.
Kompensasi Karyawan dalam Perspektif UU Cipta Kerja
1. Arah Baru Regulasi Ketenagakerjaan
Ketika UU Cipta Kerja (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020) disahkan, banyak hal berubah. Beberapa jadi lebih fleksibel, beberapa jadi lebih terukur, dan beberapa menuai kontroversi. Termasuk soal kompensasi.
Salah satu poin penting dalam UU Cipta Kerja adalah fleksibilitas hubungan kerja, termasuk keberadaan tenaga kerja kontrak dan alih daya (outsourcing), yang kini lebih longgar namun tetap diawasi. Dalam konteks ini, skema kompensasi harus disesuaikan.
Misalnya, bagi pekerja kontrak yang habis masa kerjanya, perusahaan wajib memberikan uang kompensasi sesuai masa kerja. Ini diatur dalam PP 35 Tahun 2021, turunan dari UU Cipta Kerja.
2. Uang Kompensasi Karyawan untuk Pekerja PKWT
Sebelumnya, karyawan kontrak (PKWT) sering kali tidak mendapat apa-apa setelah kontraknya selesai. Namun dalam peraturan baru ini, negara hadir memberi kejelasan. Setiap pekerja dengan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) berhak atas uang kompensasi setelah kontraknya berakhir, meskipun kontraknya tidak diperpanjang.
Besarnya dihitung secara proporsional: satu bulan gaji untuk satu tahun masa kerja. Jika masa kerja kurang dari setahun, perhitungan dilakukan secara proporsional. Ini penting. Karena dulu, banyak yang bekerja kontrak dua atau tiga tahun, lalu ditinggal begitu saja.
Sekarang, perusahaan harus memperhitungkan hal ini dalam rencana biaya SDM mereka.
3. Pesangon dan PHK
UU Cipta Kerja juga merevisi struktur pesangon ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika dulu pesangon bisa mencapai 32 kali gaji (dari pasal 156 UU Ketenagakerjaan), kini disederhanakan menjadi maksimum 25 kali gaji, dengan ketentuan:
a. Pesangon: maksimal 9 bulan upah
b. Penghargaan masa kerja: maksimal 10 bulan upah
c. Penggantian hak: maksimal 6 bulan upah
Selisih dari ketentuan sebelumnya dikompensasi melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan, yang mencakup uang tunai, pelatihan kerja, dan akses informasi lowongan. Ini adalah bentuk jaring pengaman baru yang diharapkan bisa mengurangi dampak sosial PHK.
4. Upah Minimum dan Struktur Upah
UU Cipta Kerja tetap mempertahankan konsep upah minimum provinsi (UMP) dan kabupaten/kota (UMK), tetapi formula penetapannya berubah. Sekarang ada variabel ekonomi makro yang lebih diperhitungkan, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Artinya, kenaikan upah tidak bisa asal naik berdasarkan tekanan politik atau unjuk rasa, tapi harus berbasis data.
Selain itu, struktur dan skala upah jadi wajib bagi semua perusahaan, terutama yang punya lebih dari 10 karyawan. Ini mendorong sistem kompensasi yang lebih adil dan terstruktur.
5. Insentif dan Bonus Tidak Diwajibkan
Hal lain yang penting dipahami: UU Cipta Kerja tidak mewajibkan perusahaan memberikan THR ke pekerja kontrak jangka pendek (di bawah 1 bulan), dan tidak mewajibkan adanya bonus atau insentif di luar gaji, kecuali sudah diatur dalam perjanjian kerja atau kebijakan perusahaan.
Ini membuat HR harus hati-hati: kalau ingin mempertahankan karyawan berkinerja tinggi, tetap perlu ada strategi kompensasi variabel yang menarik, meskipun tidak diwajibkan undang-undang.
Menentukan Kompensasi Karyawan yang Tepat
1. Analisis Jabatan dan Evaluasi Jabatan
Sebelum bicara nominal, perusahaan harus paham dulu isi setiap jabatan. Tugasnya apa, tanggung jawabnya sejauh mana, risiko yang ditanggung seperti apa, dan pengaruhnya terhadap organisasi. Inilah pentingnya job analysis dan job evaluation. Tanpa ini, gaji akan ditentukan berdasarkan ‘senioritas’ atau ‘kedekatan’, bukan objektivitas.
2. Struktur dan Skala Upah
Perusahaan perlu memiliki struktur dan skala upah yang formal. Ini bukan hanya untuk memenuhi regulasi, tapi juga untuk menjamin keadilan internal. Seorang staf administrasi tidak boleh digaji lebih tinggi dari supervisor hanya karena negosiasinya lebih galak. Semua harus ada koridornya.
Struktur upah juga harus dinamis. Jangan sampai sudah lima tahun tidak direvisi, padahal harga barang terus naik dan skillset karyawan makin berkembang.
3. Survey Pasar dan Benchmarking
Satu pertanyaan klasik dari manajemen: “Apakah gaji kita sudah kompetitif?”
Untuk menjawabnya, HR harus punya data. Maka penting untuk melakukan survey gaji secara berkala, minimal setiap dua tahun. Bandingkan dengan industri sejenis, di lokasi yang sama, dan posisi yang serupa. Benchmarking ini akan membantu perusahaan tetap relevan di mata pasar tenaga kerja.
4. Kompensasi Karyawan Berbasis Kinerja
Kita hidup di era meritokrasi. Karyawan ingin dinilai berdasarkan kontribusi, bukan semata-mata masa kerja. Maka sistem kompensasi harus mulai beralih dari pendekatan senioritas ke pendekatan kinerja.
KPI yang jelas. Skema bonus yang fair. Penilaian yang transparan. Itulah fondasi dari kompensasi berbasis kinerja. Tapi hati-hati: kalau kriteria penilaiannya tidak masuk akal, justru bisa jadi bumerang.
Bagaimana Menyiapkannya Secara Sistemik?
Sering kali yang repot bukan hanya menghitung, tapi menyiapkan dananya. Banyak perusahaan menunda atau lupa menyisihkan kompensasi ini dari awal, terutama untuk kontrak jangka pendek. Akibatnya, saat karyawan selesai, perusahaan kelabakan.
Solusinya: alokasi dana kompensasi dicatat sejak bulan pertama. Bahkan kalau perlu, buat akun biaya khusus di sistem keuangan. Jadi tidak ada drama akhir periode.
Apa Peran HR di Sini?
HR bukan sekadar tukang hitung pesangon. Tapi jembatan antara kepentingan hukum, kepentingan bisnis, dan rasa adil. HR harus bisa menjelaskan kepada manajemen: kompensasi itu bukan beban, tapi investasi reputasi.
Dan kepada karyawan: kompensasi bukan hadiah, tapi hak. Tapi hak itu baru akan dihormati kalau dihitung dan dikomunikasikan dengan tepat.
Kompensasi itu bukan hanya angka. Tapi juga rasa. Cara perusahaan menghitung dan membayarkannya akan meninggalkan kesan mendalam. Bahkan saat seseorang sudah tidak bekerja lagi, ia tetap akan ingat: apakah dulu dihargai, atau sekadar digunakan?
Dan di situlah reputasi perusahaan diuji.

Apakah Anda yakin sistem kompensasi di perusahaan Anda sudah sesuai regulasi terbaru dan cukup adil bagi karyawan?
Banyak perusahaan tak sadar bahwa kebijakan gaji, tunjangan, dan pesangon yang mereka jalankan diam-diam bertentangan dengan UU Cipta Kerja dan PP 35/2021 hingga akhirnya berujung pada gugatan atau penolakan audit.
Magnet Solusi Integra hadir dengan layanan HR Consulting: Audit dan Desain Sistem Kompensasi & Benefit untuk membantu Anda menyusun ulang sistem yang tidak hanya taat hukum, tapi juga kompetitif dan diterima oleh karyawan.
Konsultasikan sekarang secara gratis, dan biarkan tim ahli kami bantu Anda membangun sistem kompensasi yang kuat, legal, dan berkelanjutan.