- Menciptakan Safety Circle : Meneladani Filosofi Sparta
Menciptakan Safety Circle : Meneladani Filosofi Sparta
By Fanny Widiyanti, S.Psi – Consultant of MSI Consulting
Jika Anda pernah mendengar tentang sejarah Yunani kuno, maka Anda tentu mengenal tentara Sparta. Sparta adalah nama sebuah kota kecil di Yunani, yang mencatat sejarah besar dalam dunia peperangan. Sparta pada masa itu sangat terkenal karena memiliki tentara yang tangguh. Kehebatan Sparta dalam berperang dapat Anda lihat pada salah satu film keluaran tahun 2006 yang berjudul 300. Mengapa diberi judul 300? Karena saat itu terjadi perang antara tentara Sparta melawan Persia. Dimana tentara Sparta yang berjumlah sekitar 300 orang mampu menyulitkan tentara Persia yang jumlahnya puluhan ribu. Lalu, apa hubungannya dengan safety circle?
Apakah Sparta memiliki persenjataan yang lebih lengkap? Jawabannya adalah tidak. Lalu apa yang menjadikan tentara Sparta begitu kuat dan tidak terkalahkan? Sparta memiliki filosofi yang sangat unik dalam berperang. Di medan perang, ada 3 perlengkapan yang harus digunakan oleh seorang tentara, yaitu helm atau pelindung kepala, pelindung dada, dan perisai. Jika seorang tentara kehilangan helm dan pelindung dada dalam peperangan, maka ia masih dianggap melakukan kesalahan ringan dan dimaafkan. Sebaliknya jika seorang tentara kehilangan perisai, maka meskipun ia selamat dalam peperangan tersebut, ia akan diusir dari Sparta.
Filosofi Sparta
Ada filosofi kuat yang mendasari aturan tersebut. Helm dan pelindung dada adalah alat pelindung untuk diri sendiri. Sementara perisai adalah alat pelindung bagi tentara itu sendiri dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Tidak mengherankan jika seorang tentara kehilangan perisai, maka ia dianggap gagal melindungi satu kesatuan timnya. Sparta menyadari bahwa kekuatan utama mereka bukanlah persenjataan yang lengkap, melainkan kesadaran dan kemauan dari setiap individu untuk saling melindungi. Filosofi tersebut ditanamkan dengan kuat pada setiap tentara Sparta, sehingga Sparta mampu menjadi pasukan yang disegani dan hampir tidak terkalahkan.
Filosofi Sparta tersebut sejatinya dapat kita terapkan pada kehidupan berorganisasi. Kemampuan sebuah kelompok untuk melakukan hal-hal luar biasa bergantung pada seberapa baik orang-orang di dalamnya dapat bersatu menjadi sebuah tim. Seperti layaknya medan perang, organisasi kita setiap hari menghadapi berbagai ancaman dari luar seperti makin banyaknya kompetitor, persaingan harga, dan lain-lain. Lantas bagaimana mungkin sebuah organisasi dapat bertahan di tengah kerasnya persaingan jika orang-orang yang berada di dalamnya tidak memiliki rasa aman? Bayangkan jika Anda harus bekerja dengan sebuah tim yang dihantui oleh ketakutan akan pengurangan karyawan, atau politik yang menimbulkan persaingan tidak sehat. Ketika anggota tim sibuk melindungi diri sendiri dari “serangan” anggota tim lainnya, maka tim akan kesulitan menghadapi serangan eksternal. Jika kita merasa aman berada di sekitar orang-orang dalam organisasi, maka secara alami kita akan merasa tenang dan lebih terbuka pada pembentukan trust dan kerja sama.
Safety Circle
Tugas seorang pemimpin tidak lagi sebatas memikirkan angka pencapaian, melainkan juga menjamin terciptanya safety circle dalam organisasi. Tanpa adanya safety circle, orang yang berada dalam tim akan dipaksa menghabiskan waktu dan energi untuk melindungi diri dari serangan orang di sekitarnya. Setiap anggota tim wajib ikut serta dalam menciptakan safety circle, dan tugas pemimpin adalah memastikan kontribusi setiap individu.
Bukan hal yang sulit untuk mengetahui apakah kita berada dalam safety circle, karena kita dapat merasakannya. Kita akan merasa dihargai oleh rekan kerja, dan kita merasa dihargai oleh atasan. Dengan demikian, kita menjadi sepenuhnya percaya bahwa pemimpin organisasi dan semua orang yang bekerja dengan kita akan selalu ada untuk kita, serta bersedia melakukan apapun untuk mendukung kesuksesan kita. Kondisi tersebut akan mendorong terciptanya komunikasi yang efektif dalam tim, sehingga mendukung pencapaian target organisasi. Ketika safety circle terbangun dengan kuat, maka kita akan mudah berbagi ide, berbagi kecerdasan dan berbagi beban yang menimbulkan stres.
Untuk membangun safety circle, langkah awal yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin adalah dengan menawarkan kepercayaan dan empati. Memastikan bahwa setiap anggota tim diberi kesempatan yang sama untuk mengungkapkan pendapat, dan didengarkan kebutuhan dan perasaannya. Bagi sebagian besar organisasi, terlebih bagi organisasi yang baru berdiri dan membutuhkan klien/customer untuk kelangsungannya, hal tersebut akan cukup sulit untuk dilakukan. Angka pencapaian menjadi lebih bermakna dibandingkan perasaan orang-orang di dalamnya. Namun jika pemimpin mampu menunjukkan bahwa ia hadir dan memperhatikan setiap individu, maka sebagai gantinya pemimpin akan mendapatkan anggota tim yang bersedia melakukan segala yang terbaik bagi organisasi termasuk melindungi anggota tim lainnya dan otomatis menciptakan safety circle. Dengan demikian, pemimpin akan mampu membentuk tim yang tangguh seperti tentara Sparta dan memenangkan berbagai peperangan di luar.(*)