Menghindari Kesalahan Umum Pewawancara


Wawancara seleksi calon karyawan merupakan salah satu tahap penting dalam proses rekrutmen bagi perusahaan. Namun, terkadang pewawancara tidak menyadari kesalahan-kesalahan tertentu yang dapat mengganggu efektivitas proses wawancara dan akhirnya mempengaruhi keputusan rekrutmen. Dalam artikel berikut ini, kita akan membahas beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan oleh pewawancara dalam melakukan wawancara. Serta memberikan saran mengenai cara mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut.  

Kurangnya Persiapan Pewawancara

Kesalahan pertama yang sering terjadi adalah kurangnya persiapan sebelum wawancara. Pewawancara yang tidak memahami dengan baik profil pekerjaan yang dibutuhkan akan sulit untuk menilai apakah pelamar cocok atau tidak. Selain itu, kurangnya persiapan dapat menciptakan kesan kurang profesional kepada calon karyawan. Untuk mengatasinya, Interviewer harus melakukan persiapan yang matang sebelum wawancara. Seperti, memahami dengan menyeluruh posisi yang sedang diisi, kualifikasi karyawan yang diprediksi akan sukses untuk posisi terkait, serta membuat daftar pertanyaan interview kerja yang relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan. Hal lain yang tidak kalah penting yakni membaca kembali CV dan informasi pelamar sebelum wawancara akan membantu dalam mengarahkan pertanyaan dengan lebih baik.

Pertanyaan Subjektif dan Diskriminatif dari Pewawancara

Kesalahan kedua adalah pewawancara yang mengajukan Pertanyaan interview kerja yang subjektif atau bahkan diskriminatif, seperti pertanyaan mengenai usia, status perkawinan, atau agama dari pelamar. Jenis pertanyaan interview kerja seperti ini akan lebih rentan muncul apabila kualifikasi pekerja yang dibutuhkan mengharuskan untuk memiliki status pernikahan tertentu, usia tertentu, tinggi atau berat badan tertentu. Apabila memang pekerjaan mengharuskan kualifikasi seperti usia atau status pernikahan tertentu, maka interviewer sebaiknya melihat data tersebut dari CV pelamar. Pertanyaan interview kerja yang subjektif dan diskriminatif akan melanggar etika wawancara dan dapat menyebabkan pelamar merasa tidak nyaman. Pewawancara haruslah menanyakan pertanyaan yang relevan dengan pekerjaan yang ditawarkan. Sehingga, perlu menekankan kepada pertanyaan yang terkait dengan kualifikasi, pengalaman kerja, dan kompetensi calon karyawan

Terlalu Dominan atau Terlalu Pasif

Kesalahan ketiga adalah interviewer bersikap terlalu dominan atau terlalu pasif saat proses wawancara. Beberapa pewawancara dapat bersikap terlalu dominan dalam wawancara dn tampil sebagai pribadi yang terkesan mengintimidasi pelamar. Sehingga, calon karyawan merasa kesulitan untuk berbicara atau memperlihatkan diri mereka dengan baik. Di sisi lain, ada juga pewawancara yang terlalu pasif, hanya mendengarkan tanpa memberikan tanggapan yang memadai. Pewawancara yang terlalu pasif menyebabkan kurang tergalinya berbagai informasi yang dibutuhkan dalam seleksi. Kedua sikap ini dapat menghalangi pemahaman yang mendalam tentang calon karyawan. Sebagai solusinya, pewawancara harus berusaha menciptakan suasana yang nyaman dan menggali informasi lebih dalam dengan mengajukan Pertanyaan interview kerja yang membantu calon karyawan untuk menunjukkan potensi dan kemampuan mereka. Selain itu, perlu mendengarkan dengan aktif dan berikan umpan balik yang relevan selama wawancara.

Kurangnya Evaluasi Objektif

Kesalahan keempat adalah ketidakmampuan pewawancara untuk melakukan evaluasi yang objektif terhadap pelamar. Dalam proses wawancara, pewawancara sangat mungkin terpengaruh oleh bias. Terdapat beberapa bias dalam wawancara seperti efek kesan pertama pada pelamar, terlalu berfokus sisi negatif pelamar, lebih condong kepada gender atau ras tertentu, atau membuat perbandingan antara pelamar saat ini dengan sebelumnya hingga membuat kesimpulan berdasarkan kesamaan minat pribadi dengan pelamar tanpa mempertimbangkan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan. Bias tersebut haruslah diwaspadai dan diminimalisir karena dapat mengarahkan pada kesalahan pengambilan keputusan dalam proses seleksi yang disebabkan kurang objektifnya evaluasi yang dibuat oleh pewawancara. Solusinya adalah pewawancara harus memiliki sistem evaluasi yang objektif, misalnya dengan membuat skala penilaian untuk setiap pertanyaan yang diajukan kepada pelamar. Pewawancara perlu menetapkan kriteria penilaian sebelum wawancara dimulai dan berpegang teguh pada kualifikasi yang dibutuhkan untuk posisi yang sedang diisi selama proses wawancara.

Kesimpulan

Wawancara seleksi calon karyawan adalah tahapan yang krusial dalam proses rekrutmen. Menghindari kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam wawancara dapat meningkatkan efektivitas dan akurasi pengambilan keputusan. Sehingga, Pewawancara harus memahami pentingnya persiapan sebelum wawancara, menghindari pertanyaan subjektif dan diskriminatif, berperilaku profesional, dan melakukan evaluasi dengan objektif. Dengan mengatasi kesalahan-kesalahan ini, perusahaan akan dapat memilih calon karyawan yang sesuai dengan kualifikasi dan kemampuan yang dibutuhkan, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan beragam.