Di sebuah perusahaan manufaktur berskala menengah, manajer HR merasa jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Bukan karena tekanan pekerjaan biasa, tapi karena sebuah laporan mingguan dari tim HRIS menyodorkan angka yang mencurigakan: tiga orang staf andalan di departemen produksi mengundurkan diri hanya dalam dua minggu terakhir. Dua bulan sebelumnya, seorang supervisor logistik yang sudah bekerja tujuh tahun memilih hengkang ke kompetitor. Kejadian ini seperti bara kecil yang terselip di antara sekam laporan tahunan yang tampak stabil. Namun, perlahan-lahan mulai terlihat bahwa ini bukan insiden biasa. Ini adalah pola. Dan pola ini punya satu nama yang mengintai banyak organisasi modern: employee attrition.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu industri. Ia menjalar lintas sektor, mulai dari startup teknologi yang kehilangan engineer dalam hitungan minggu, hingga institusi keuangan yang berguguran dari sisi middle management karena beban kerja dan ketidakjelasan jenjang karier. Dalam dunia yang bergerak cepat ini, kehilangan karyawan bukan lagi sekadar angka dalam spreadsheet. Ia adalah indikator kesehatan organisasi, cermin dari budaya perusahaan, dan sinyal kuat tentang ke mana arah strategis HR perlu disesuaikan. Maka dari itu, mari kita bahas lebih dalam tentang apa sebenarnya employee attrition itu, bagaimana cara memahaminya secara kuantitatif maupun prediktif, serta strategi untuk mengelola dan menahannya agar organisasi tetap bisa tumbuh berkelanjutan.
Baca Juga: Penjelasan Istilah “Underperformance” Pada Karyawan

Apa Itu Employee Attrition?
Employee attrition adalah istilah dalam manajemen SDM yang merujuk pada proses berkurangnya jumlah karyawan secara alami dalam suatu organisasi. Proses ini bisa terjadi karena berbagai alasan seperti pengunduran diri, pensiun, perpindahan karier, atau bahkan kematian. Berbeda dengan employee turnover yang bisa mencakup perputaran cepat dalam jangka waktu pendek, attrition lebih mengarah pada penyusutan jangka panjang yang tidak selalu segera digantikan oleh rekrutmen baru. Oleh karena itu, attrition kerap dikaitkan dengan implikasi strategis yang lebih dalam, seperti efisiensi organisasi, perubahan struktur, dan tantangan dalam retensi.
Dalam konteks organisasi modern, employee attrition tidak lagi dipandang hanya sebagai kejadian administratif. Ia adalah sinyal kompleks yang mencerminkan ketidakpuasan karyawan, dinamika pasar tenaga kerja, hingga ketidaksesuaian antara ekspektasi personal dan nilai-nilai perusahaan. Bahkan dalam banyak studi HR analytics, attrition menjadi salah satu metrik utama untuk menilai keberhasilan program retensi, keterlibatan karyawan, serta efektivitas kepemimpinan di semua tingkatan.
Cara Menghitung Employee Attrition Rate
Sebelum membahas strategi retensi atau prediksi melalui machine learning, hal paling mendasar yang perlu dipahami oleh tim HR adalah bagaimana menghitung employee attrition rate dengan benar. Ini adalah langkah awal untuk memahami skala masalah dan memetakan tren yang terjadi secara historis.
Cara Menghitung
Perhitungan attrition rate secara umum cukup sederhana secara matematis, namun dampaknya sangat besar dalam pengambilan keputusan. Rumus dasar yang digunakan adalah membagi jumlah karyawan yang meninggalkan perusahaan dalam periode tertentu dengan rata-rata jumlah karyawan dalam periode yang sama, kemudian dikalikan 100 untuk mendapatkan persentase. Misalnya, jika dalam satu kuartal terdapat 10 orang yang keluar dari perusahaan yang memiliki rata-rata 200 karyawan, maka attrition rate-nya adalah 5%. Namun, angka ini harus dianalisis dalam konteks: apakah ini angka normal untuk industri tersebut? Apakah yang keluar mayoritas dari divisi yang sama? Apakah ada pola usia, jabatan, atau masa kerja yang sama?
Dalam pengukuran yang lebih lanjut, beberapa organisasi bahkan membedakan antara voluntary attrition dan involuntary attrition, serta mengembangkan segmentasi berdasarkan generasi, gender, atau departemen untuk memahami akar masalah secara lebih rinci.
Analisis Employee Attrition Menggunakan Data
Dengan makin berkembangnya teknologi analitik, pengolahan data employee attrition kini menjadi jauh lebih canggih. Organisasi tidak hanya mengandalkan perhitungan deskriptif, tetapi mulai masuk ke analisis prediktif yang memungkinkan HR mengambil langkah sebelum karyawan memutuskan keluar.
Dataset Kinerja dan Pengurangan Karyawan IBM HR Analytics
Salah satu dataset yang paling terkenal dan banyak digunakan dalam studi serta pengembangan model prediktif adalah IBM HR Analytics Employee Attrition & Performance Dataset. Dataset ini memuat lebih dari 1.400 entri karyawan dengan berbagai atribut seperti usia, jabatan, jarak rumah ke kantor, tingkat kepuasan kerja, hingga gaji. Data ini menjadi fondasi bagi banyak proyek analisis prediktif, khususnya untuk membangun model yang bisa memperkirakan siapa saja yang berisiko tinggi untuk keluar dari perusahaan dalam waktu dekat.
Dataset ini juga telah tersedia di platform seperti Kaggle, sehingga banyak praktisi dan akademisi menjadikannya sebagai dasar eksperimen dalam bidang predictive HR analytics. Salah satu keunggulan dari dataset ini adalah kelengkapan variabel dan adanya label yang sudah mengindikasikan apakah seorang karyawan mengalami attrition atau tidak, sehingga cocok untuk algoritma supervised learning.
Memprediksi Attrition Karyawan Menggunakan Pembelajaran Mesin
Dalam praktiknya, prediksi employee attrition menggunakan machine learning melibatkan beberapa tahapan. Pertama, data perlu dibersihkan dan diolah, termasuk konversi variabel kategorik menjadi numerik dan normalisasi skala data. Kemudian, algoritma seperti random forest, logistic regression, atau gradient boosting digunakan untuk membangun model prediksi. Model ini kemudian dievaluasi menggunakan metrik seperti accuracy, precision, dan recall untuk melihat seberapa andal prediksi yang dihasilkan.
Hasil dari prediksi ini bisa membantu HR memahami karakteristik karyawan yang cenderung keluar misalnya, mereka yang memiliki masa kerja kurang dari dua tahun, merasa tidak puas terhadap keseimbangan kerja dan hidup, atau memiliki sedikit peluang promosi. Dengan demikian, intervensi bisa dilakukan secara proaktif, seperti memberikan jalur karier yang lebih jelas, program pelatihan, atau penyesuaian budaya kerja.
Baca Juga: 9 Contoh Rencana Pengembangan Individu Karyawan (IDP)
Praktik dan Tantangan dalam Mengelola Employee Attrition
Mengelola employee attrition bukan hanya soal menghitung angka dan memprediksi risiko. Ia juga menyentuh ranah interaksi manusia, budaya organisasi, dan strategi jangka panjang. Di sinilah tantangan nyata muncul, sekaligus peluang untuk menciptakan organisasi yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Attrition dan Retensi Karyawan SDM
Salah satu dilema besar HR saat ini adalah bagaimana menjaga retensi tanpa menciptakan stagnasi. Karyawan butuh ruang untuk berkembang, tapi perusahaan juga perlu menjaga talenta terbaik agar tidak pergi terlalu cepat. Dalam praktiknya, ini berarti membangun ekosistem kerja yang fleksibel namun tetap memberikan arah, menciptakan pengalaman kerja yang bermakna, serta memastikan bahwa setiap orang merasa dihargai.
Upaya retensi tidak cukup dengan insentif finansial. Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti kejelasan visi perusahaan, kepemimpinan yang inspiratif, serta adanya keseimbangan antara beban kerja dan kehidupan pribadi justru menjadi penentu utama loyalitas karyawan. Oleh karena itu, pendekatan holistik dalam manajemen SDM menjadi semakin penting.
Proyek Analisis Pengurangan Karyawan
Banyak organisasi mulai membentuk proyek khusus untuk melakukan analisis mendalam terhadap employee attrition. Tim HR yang dipadukan dengan analis data atau data scientist membangun dashboard, melakukan segmentasi karyawan berdasarkan berbagai dimensi, dan menyusun heatmap risiko berdasarkan indikator-indikator tertentu. Proyek ini tidak hanya mengandalkan software, tetapi juga kolaborasi lintas fungsi yang intens, terutama antara HR, finance, dan lini bisnis.
Dalam konteks ini, proyek analisis attrition bisa menjadi titik tolak transformasi fungsi HR dari sekadar administratif menjadi strategis. Ini juga membuka ruang untuk menyelaraskan keputusan berbasis data dengan misi jangka panjang perusahaan.

Di tengah dinamika ketenagakerjaan yang terus berubah, memahami dan mengelola employee attrition bukan lagi pilihan, melainkan keharusan strategis bagi setiap organisasi yang ingin bertahan dan berkembang. Ketika karyawan pergi, mereka tidak hanya membawa serta keterampilan, tetapi juga membawa cerita, pengalaman, dan potensi yang sebelumnya tertanam dalam sistem kerja.
Angka attrition yang tinggi adalah cermin dari luka organisasi yang mungkin tersembunyi. Namun, dengan pendekatan berbasis data, pemahaman mendalam terhadap pola perilaku karyawan, serta strategi retensi yang adaptif, HR dapat mengambil kembali kendali.
Jika perusahaan Anda tengah mengalami tantangan dalam memahami atau mengelola employee attrition, kini saatnya mengambil langkah nyata. Magnet Solusi Integra (MSI) hadir sebagai mitra strategis yang mampu membantu Anda menganalisis, memetakan risiko, serta merancang solusi berbasis data untuk membangun fondasi ketenagakerjaan yang lebih kokoh. Konsultasikan kebutuhan Anda hari ini, dan mari kita ubah tantangan menjadi peluang bersama MSI.