DAFTAR ISI

Artikel & Kabar MSI

Istilah “Shortlisted” Dalam Rekrutmen & Seleksi Karyawan

Di balik setiap proses rekrutmen yang kita jalankan di HR, ada momen yang menjadi titik balik bagi kandidat dan juga perusahaan. Momen itu bernama shortlisted. Mungkin terdengar sederhana: hanya memilih beberapa nama dari sekian ratus pelamar. Tapi di dunia nyata, proses ini bisa sangat menentukan. Bukan cuma bagi si pencari kerja yang menunggu harap-harap cemas, tapi juga bagi kita para HR yang sedang mencari potongan puzzle terbaik untuk organisasi.

Shortlisting bukan soal asal tunjuk. Bukan pula soal siapa yang paling rajin mengirim email follow-up. Shortlisting adalah titik awal dari segala penilaian yang lebih dalam. Kalau dianalogikan, ini seperti audisi pertama dalam sebuah ajang pencarian bakat. Yang lolos belum tentu juara, tapi yang tidak lolos sudah pasti selesai.

Jadi, apa itu shortlisted sebenarnya? Mengapa proses ini sangat penting dalam HR? Bagaimana seharusnya pendekatannya dilakukan secara profesional? Dan mengapa keputusan yang kita ambil di tahap ini bisa mengubah arah organisasi ke depan?

Mari kita bedah pelan-pelan, dengan gaya duduk santai sambil ngopi sore.

Baca Juga: Makna “Overqualified” Dalam Rekrutmen Dan Seleksi SDM

shortlisted

Apa Itu Shortlisted?

Istilah “shortlisted” berasal dari kata dasar “shortlist”, yang secara harfiah berarti daftar pendek. Dalam konteks HR, shortlisted adalah status yang diberikan kepada kandidat yang telah lolos seleksi awal dan dianggap layak untuk masuk ke tahap berikutnya entah itu wawancara, tes lanjutan, atau assessment center.

Kalau kita ibaratkan rekrutmen sebagai proses menyaring air, maka shortlisted adalah tetesan pertama yang sudah jernih, sudah melewati saringan kasar. Tapi belum tentu langsung bisa diminum. Masih ada saringan lanjutan.

Biasanya, proses ini terjadi setelah kita menerima banyak CV dan lamaran kerja. Di sinilah HR memulai proses eliminasi berdasarkan kriteria dasar: pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi teknis, dan tentu saja, kesesuaian dengan budaya perusahaan. Yang tidak sesuai, ya tersisih. Yang mungkin sesuai, masuk daftar pendek. Itulah para kandidat shortlisted.

Mengapa Shortlisting Itu Krusial?

Kalau kita bicara soal biaya rekrutmen, shortlisting mungkin bukan tahap yang paling mahal. Tapi jangan salah, justru di sinilah banyak kesalahan awal terjadi. Salah shortlist bisa berujung pada wawancara yang tidak produktif. Waktu habis, energi terkuras, dan kadang HR malah mempertanyakan dirinya sendiri: “Kenapa sih orang ini bisa saya panggil?”

Itu sebabnya, shortlisting adalah proses yang membutuhkan kejelian, intuisi, dan data yang kuat. HR yang baik bukan hanya melihat CV secara dangkal. Ia melihat pola. Ia mencium sinyal. Ia menghubungkan titik-titik kecil di antara huruf dan angka di atas kertas.

Ada juga aspek keadilan di sini. Karena shortlisted berarti kesempatan. Dan kesempatan itu tidak boleh diberikan secara asal atau diskriminatif. Bayangkan jika seorang kandidat yang sangat potensial tidak masuk daftar hanya karena algoritma software ATS-nya tidak mengenali kata kunci tertentu? Padahal dia mungkin bisa jadi bintang masa depan perusahaan.

Kriteria Shortlisting

Shortlisting tidak sesederhana checklist. Ia adalah gabungan antara analisis rasional dan intuisi profesional. Di satu sisi, kita harus memegang kriteria objektif. Tapi di sisi lain, kita juga perlu fleksibilitas untuk menangkap potensi yang kadang tidak tertulis. Ini seperti menilai buku bukan hanya dari sampulnya, tapi dari konteks penulisannya, gaya bahasanya, dan daya tarik alur ceritanya.

1. Kesesuaian Kompetensi

Pertanyaan paling dasar yang harus dijawab saat melihat CV adalah: apakah kandidat ini punya kompetensi teknis untuk menjalankan peran yang dibutuhkan? Kompetensi bisa dilihat dari pengalaman kerja, sertifikasi, tools yang pernah digunakan, atau proyek-proyek yang pernah ditangani. Tapi berhenti di sana tidak cukup. HR yang jeli akan melihat juga apakah pengalaman itu relevan dengan tantangan yang akan dihadapi di posisi baru. Seseorang bisa saja hebat dalam satu industri, tapi belum tentu cocok di industri lain. Maka, perlu ketelitian untuk menggali konteks dari setiap pengalaman kerja yang tertera.

2. Kesesuaian Nilai dan Budaya

Banyak rekrutmen gagal bukan karena kompetensi, tapi karena ketidakcocokan nilai. Budaya kerja yang cepat dan fleksibel, misalnya, bisa jadi tempat yang menyiksa bagi seseorang yang terbiasa bekerja dengan struktur kaku. HR perlu membaca ini dari cara kandidat menulis cover letter, menjelaskan visi karier, atau bahkan dari gaya berkomunikasi awal lewat email. Apakah dia menyapa dengan ramah? Apakah gaya bahasanya mencerminkan nilai-nilai yang kita junjung di perusahaan? Ini memang tidak sekuat indikator teknikal, tapi dampaknya seringkali lebih besar dalam jangka panjang.

3. Potensi Tumbuh

Kadang kita dihadapkan pada kandidat yang belum punya semua skill yang dibutuhkan, tapi menunjukkan potensi belajar yang tinggi. Misalnya, seseorang yang baru satu tahun bekerja tapi sudah pernah memimpin proyek kecil, atau yang aktif dalam komunitas profesional dan sering mengikuti pelatihan. Ini adalah sinyal bahwa orang tersebut punya growth mindset. Dalam dunia kerja modern yang berubah cepat, potensi seperti ini lebih berharga dibanding sekadar pengalaman panjang tapi stagnan.

4. Ketersediaan dan Komitmen

Hal sederhana seperti “kapan bisa mulai kerja” atau “apakah bersedia ditempatkan di lokasi tertentu” seringkali menjadi penentu praktis dalam shortlisting. Kandidat dengan profil menarik tapi tidak tersedia dalam waktu dekat mungkin tidak masuk shortlist jika posisi sangat mendesak. Di sisi lain, kandidat yang terlalu “ngambang” atau terkesan tidak serius pun bisa dicoret sejak awal. Maka komunikasi awal baik lewat email atau screening call juga sangat penting untuk menilai sejauh mana kandidat benar-benar siap untuk peluang ini.

Baca Juga: Apa Teknik Rekrutmen Berbasis Kompetensi?

Strategi Agar Shortlisting Lebih Profesional

Di tengah semua tantangan tadi, HR perlu membekali diri dengan strategi shortlisting yang terstruktur namun tetap fleksibel. Strategi ini tidak harus rumit, tapi harus konsisten dan adil.

1. Menggunakan Sistem Skoring

Salah satu cara paling efektif adalah membuat sistem penilaian berbasis skor. Misalnya: pengalaman kerja mendapat skor maksimal 30, pendidikan 20, kompetensi teknis 25, potensi belajar 15, dan cultural fit 10. Dengan pendekatan ini, setiap kandidat dinilai dengan kerangka yang sama. Tidak ada lagi penilaian yang terlalu subjektif atau berdasarkan “feeling semata”. Dan yang lebih penting, sistem ini bisa dijelaskan secara logis kepada manajemen atau user.

2. Melibatkan Tim Lintas Fungsi

Shortlisting tidak harus dilakukan sendirian oleh HR. Untuk posisi yang sangat teknis, misalnya, akan jauh lebih akurat jika HR mengajak user atau supervisor langsung untuk ikut menilai CV. Dengan begitu, perspektif teknikal bisa masuk sejak awal. HR tetap memegang kendali soal budaya dan proses, tapi user ikut memastikan aspek konten.

3. Melakukan Screening Call

Sebelum menentukan shortlist final, lakukan screening call singkat. Lima sampai sepuluh menit percakapan bisa memberi insight besar. Kita bisa menilai kemampuan komunikasi, kejelasan motivasi, serta validasi hal-hal teknis. Percakapan ringan ini seringkali menjadi pembeda antara dua kandidat yang di atas kertas terlihat sama.

4. Mencatat Alasan Setiap Keputusan

Transparansi adalah bagian penting dari proses HR modern. Catat alasan mengapa seseorang masuk atau tidak masuk shortlist. Kalau suatu saat dipertanyakan—baik oleh user, manajemen, atau bahkan kandidat itu sendiri kita bisa menjelaskan keputusan tersebut secara profesional. Ini juga berguna sebagai bahan evaluasi untuk proses rekrutmen ke depan.

Tantangan dalam Proses Shortlisting

Di balik semua teori dan pendekatan yang tampak rapi, shortlisting adalah medan yang penuh tantangan praktis. Dan seringkali, tantangan itu datang bukan dari luar, tapi dari sistem internal dan ekspektasi yang tidak selaras.

Volume lamaran adalah tantangan pertama. Untuk satu posisi saja, bisa masuk ratusan hingga ribuan CV. Kalau tidak punya sistem atau software, bisa dipastikan HR akan kelabakan. Di sinilah banyak perusahaan mulai mengadopsi ATS (Applicant Tracking System). Tapi software saja tidak cukup. Karena ATS hanya membaca kata kunci, bukan konteks. Banyak kandidat potensial gagal masuk shortlist hanya karena CV-nya tidak pakai kata kunci yang “benar”.

Tantangan berikutnya adalah bias. HR adalah manusia. Dan manusia punya kecenderungan memilih yang familiar, yang serupa, atau yang menyenangkan di mata. Kadang kita tanpa sadar lebih tertarik pada CV dari universitas tertentu, atau menilai lebih positif kandidat yang punya pengalaman di perusahaan besar. Padahal, talenta bisa datang dari mana saja. HR yang profesional harus melatih diri untuk objektif, atau setidaknya sadar akan biasnya sendiri.

Tantangan lain datang dari ekspektasi hiring manager. Kadang HR sudah menyusun shortlist berdasarkan data dan pertimbangan matang, tapi user minta hal-hal di luar logika. Misalnya, hanya mau kandidat yang sudah pernah bekerja di kompetitor, atau menolak kandidat yang “terlalu pintar”. Komunikasi internal antara HR dan user harus terbuka dan kolaboratif. Kalau tidak, proses rekrutmen bisa jadi tarik-menarik yang melelahkan.

shortlisted

Bayangkan kalau setiap proses rekrutmen di perusahaan Anda bisa berjalan lebih cepat, akurat, dan minim bias semua dimulai dari proses shortlisting yang tepat sasaran.

Faktanya, banyak keputusan HR yang keliru bukan karena kurang kandidat bagus, tapi karena salah memilih siapa yang dilihat lebih dulu.

Di sinilah Magnet Solusi Integra hadir sebagai solusi: kami membantu tim HR mengembangkan sistem shortlisting yang bukan hanya efisien, tapi juga strategis menggunakan pendekatan berbasis data, behavioral insight, dan teknologi assessment terkini.

Dengan tools dan pelatihan dari kami, HR Anda bisa mengambil keputusan yang lebih tajam sejak tahap paling awal, mempercepat proses hiring sekaligus meningkatkan kualitas talenta yang masuk.

Yuk, mulai benahi proses rekrutmen Anda dari fondasi terpentingnya: shortlist yang tepat. Hubungi kami sekarang untuk sesi konsultasi gratis dan lihat bagaimana Magnet bisa bantu Anda membangun tim yang lebih kuat sejak proses rekrutmen awal.

shortlisted
DAFTAR ISI

‼️92% Krisis Jadi Lebih Buruk Karena Salah Komunikasi‼️

Webinar Atasi Komunikasi Saat Krisis

Notes: KUOTA TERBATAS! Jangan lewatkan kesempatan materi dari pakar kehumasan dan bingung atasi krisis komunikasi tempat Anda!