Daftar Isi

Apa Itu Diversity, Equity, & Inclusion (DEI)? Arti & Contoh!

Daftar Isi
Terima insight SDM terbaru, langsung via email mingguan
Newsletter

Dengan klik tombol Berlangganan, saya menyetujui untuk menerima email berita dan pemberitahuan dari Magnet Solusi Integra.

Ikuti akun media sosial resmi Magnet Solusi Integra
diversity equity and inclusion adalah

Ada satu momen yang tidak pernah saya lupa.

Seorang manajer HR di perusahaan besar pernah berkata, “Saya bingung, kenapa kantor kami sekarang seperti taman bunga.

Banyak warna. Tapi kadang yang berwarna itu seperti tidak saling menyapa.” Ia tidak sedang bicara soal baju. Ia bicara tentang orang.

Tentang beragam latar belakang, gender, suku, gaya bicara, bahkan preferensi hidup.

Lalu ia menambahkan, “Kami sudah rekrut beragam orang. Tapi tetap saja… ada yang merasa seperti tamu.”

Saat itulah saya tahu: diversity tidak cukup. Equity belum terjadi. Dan inclusion? Masih jauh.

Baca Juga: Bagaimana Peranan Karyawan Menilai Diri Sendiri?

diversity, equity, inclusion

Apa Itu Diversity, Equity, & Inclusion (DEI)?

Diversity, Equity, dan Inclusion (DEI) adalah pendekatan strategis yang diterapkan oleh organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil, inklusif, dan menghargai keberagaman.

Ketiga elemen ini saling melengkapi dan berperan penting dalam membangun budaya kerja yang sehat dan produktif.

Banyak orang mengira Diversity, Equity, dan Inclusion (DEI) itu hanya urusan HR.

Bahkan, ada yang menganggapnya sekadar slogan atau checklist di laporan keberlanjutan (sustainability report).

Padahal, DEI itu seperti pondasi rumah: kalau tidak ada, semuanya bisa runtuh diam-diam.

Diversity

Apa itu diversity?

Dalam bahasa yang sederhana: keberagaman. Bisa berupa latar belakang budaya, jenis kelamin, agama, usia, orientasi seksual, status disabilitas, hingga cara berpikir.

Kata ini makin populer ketika dunia sadar bahwa organisasi yang seragam itu… membosankan. Dan sering kali juga stagnan.

Bayangkan saja perusahaan teknologi yang seluruh timnya berisi laki-laki umur 30-an dari universitas yang sama.

Cepat, ya. Efisien, mungkin. Tapi akan terasa seperti kamar gema (echo chamber). Semua ide memantul tanpa kritik yang berbeda.

Diversity tidak menjamin ide-ide jadi lebih baik, tapi ia membuka kemungkinan.

Karena ketika kita punya orang dari latar belakang berbeda, kita tidak hanya punya perspektif tambahan kita juga punya cara pandang baru terhadap masalah lama.

Namun, ini baru langkah pertama. Karena sekadar beragam tidak cukup.

Equity

Banyak orang salah kaprah antara equity dan equality. Kalau equality adalah memberi semua orang sepatu ukuran 42, maka equity adalah bertanya dulu ukuran sepatunya berapa.

Artinya, kita tidak hanya membagi peluang secara rata, tapi juga melihat kebutuhan dan titik awal yang berbeda dari setiap orang.

Karena tidak semua orang lahir dari garis start yang sama.

Kita tidak bisa menyuruh semua karyawan naik tangga yang sama kalau sebagian di antaranya bahkan tidak bisa berjalan.

Kita tidak bisa mengukur performa dengan standar yang seragam jika tidak semua orang punya akses pelatihan yang setara sejak awal kariernya.

Dalam konteks kerja, equity bisa berarti menyediakan mentoring khusus untuk kelompok minoritas, memperbaiki proses promosi yang bias, atau sekadar memastikan bahwa orang tua tunggal bisa bekerja fleksibel tanpa rasa bersalah.

Jadi, kalau diversity adalah siapa saja yang duduk di meja, maka equity adalah memastikan semua punya akses ke makanan yang sama di atas meja itu.

Inclusion

Banyak organisasi sudah cukup beragam.

Mereka punya staf dari berbagai latar belakang. Tapi apakah semua merasa diterima? Apakah semua bisa bicara tanpa takut dipotong? Apakah semua merasa dihargai?

Di sinilah inclusion bekerja.

Inclusion adalah soal suasana. Ia tidak bisa dibeli. Tidak bisa direkrut. Harus dibangun. Ia hadir ketika orang merasa bahwa keberadaannya tidak hanya dibiarkan, tapi juga dirayakan.

Di perusahaan yang inklusif, karyawan tidak hanya ‘boleh’ berbeda, tapi merasa ‘diundang’ untuk menjadi dirinya sendiri. Ide-ide dari orang junior didengar.

Saran dari divisi yang selama ini dianggap pinggiran tidak hanya dicatat, tapi direspons.

Kalau diversity adalah undangan ke pesta, inclusion adalah diajak berdansa.

Baca Juga: 8 Tips & Cara Mengembangkan Karir Karyawan Perusahaan!

Mengapa DEI Jadi Penting Sekarang?

Dunia berubah. Generasi masuk kerja tidak lagi satu warna.

Mereka datang dengan membawa kisah yang berbeda. Ada yang besar di kota, ada yang tumbuh di desa. Ada yang lulus luar negeri, ada yang lulusan kampus lokal yang namanya bahkan sering diucapkan salah.

Sementara itu, teknologi membuat semua semakin terbuka.

Orang bisa kerja dari mana saja. Orang bisa punya atasan beda usia 20 tahun lebih muda.

Semua itu menciptakan dinamika baru. Dan jika organisasi tidak siap, maka keberagaman itu bukan jadi kekuatan tapi jadi konflik.

Perusahaan yang tidak paham DEI akan menghadapi masalah senyap.

Turnover naik tanpa alasan jelas. Konflik muncul di ruang diskusi. Ada yang tak mau bicara, ada yang bicara terlalu keras.

Padahal, semuanya bisa dicegah… kalau dari awal tahu cara menyambut keberagaman itu.

DEI Bukan Hanya Tanggung Jawab HR

Seringkali, DEI dilempar ke HR.

Seolah hanya mereka yang harus mengurusnya. Padahal, DEI adalah budaya. Dan budaya itu tanggung jawab semua orang terutama pemimpin.

CEO harus bicara soal DEI, bukan hanya saat diwawancarai media, tapi juga saat town hall internal. Manajer harus belajar cara menjadi ally mendukung kelompok yang selama ini kurang terwakili.

Tim komunikasi harus cermat dalam menyusun pesan yang inklusif. Bahkan office boy pun perlu tahu bahwa keberagaman bukan ancaman.

DEI tidak akan hidup kalau hanya jadi proyek tahunan. Ia harus menyatu dalam sistem: dari rekrutmen, onboarding, performance review, hingga promosi.

Dan yang tidak kalah penting: DEI harus punya metrik. Harus bisa diukur. Karena apa yang tidak diukur, tidak akan diperbaiki.

Baca Juga: Cara Menghitung ROI Pelatihan Karyawan Perusahaan!

Manfaat Penerapan DEI

Pertanyaannya klasik: kalau DEI itu rumit dan butuh usaha besar, apa untungnya?

Jawabannya sederhana: masa depan.

Studi dari McKinsey, Deloitte, dan banyak konsultan top dunia menunjukkan bahwa perusahaan yang beragam dan inklusif memiliki kinerja keuangan lebih baik.

Mereka lebih inovatif. Lebih cepat beradaptasi. Lebih kuat dalam menghadapi krisis. Dan yang jelas: lebih menarik bagi talenta terbaik.

Generasi sekarang tidak lagi hanya cari gaji. Mereka cari makna. Mereka ingin tempat kerja yang menghargai mereka sepenuhnya bukan hanya sebagai pekerja, tapi sebagai manusia utuh.

Kalau perusahaan Anda belum serius soal DEI, bersiaplah kehilangan talenta terbaik. Dan bukan hanya mereka yang “berbeda”.

Bahkan yang “mainstream” pun sekarang ingin bekerja di tempat yang adil dan sehat.

diversity, equity, inclusion

DEI bukan tentang menjadikan semua orang sama. Tapi justru merayakan perbedaan. Menyambutnya. Membangunnya menjadi kekuatan bersama.

Dunia kerja hari ini bukan lagi barisan seragam. Tapi orkestra. Dan agar musiknya indah, semua instrumen harus diberi tempat. Dari biola, drum, hingga seruling kecil di pojok ruangan.

Maka, ketika Anda bicara soal DEI, ingat: ini bukan tren. Ini kebutuhan. Ini fondasi organisasi sehat di masa depan. Dan, siapa tahu, ini juga jalan bagi perusahaan Anda untuk tidak hanya tumbuh tapi juga bermakna.

Picture of Dra. I. Novianingtyastuti, M.M., Psikolog  <strong>CEO</strong>
Dra. I. Novianingtyastuti, M.M., Psikolog CEO

Praktisi HR dengan pengalaman lebih dari 20+ tahun di bidang rekrutmen dan pengembangan SDM.

Artikel terbaru

#ElevatingPeopleEmpoweringBusiness

Konsultasi HR yang Tepat Sekarang, Gratis!

Bangun sistem SDM yang efektif, adil, dan berdampak bersama tim konsultan berpengalaman dari Magnet Solusi Integra.

Atau booking meeting gratis via Form Booking Meeting